Beranda Economic News Dampak Kenaikan PPN Jadi 12% pada 2025: Siapa yang Paling Terpengaruh?

Dampak Kenaikan PPN Jadi 12% pada 2025: Siapa yang Paling Terpengaruh?

31

Pemerintah telah mengumumkan rencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada tahun 2025. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara guna mendukung pembiayaan pembangunan dan program prioritas nasional. Namun, rencana tersebut menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat dan pengamat ekonomi. Kenaikan PPN diperkirakan akan berdampak langsung pada harga barang dan jasa konsumsi yang dibutuhkan masyarakat sehari-hari. Hal ini membuat berbagai pihak bertanya-tanya, siapa yang paling terpengaruh oleh kebijakan tersebut?

Kenaikan tarif PPN dinilai akan memberatkan masyarakat berpenghasilan rendah yang sebagian besar pendapatannya digunakan untuk kebutuhan pokok. Barang-barang, seperti makanan, pakaian, dan kebutuhan rumah tangga lainnya kemungkinan besar akan mengalami kenaikan harga. Ekonom Bhima Yudhistira menyebutkan bahwa kelompok ini akan paling merasakan dampak karena daya beli mereka yang terbatas. Selain itu, pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) juga dikhawatirkan akan kehilangan pelanggan akibat daya beli konsumen yang melemah. Jika konsumen mengurangi belanja, pendapatan UKM pun terancam menurun.

Sektor bisnis lainnya, seperti properti, otomotif, dan ritel modern, juga akan menghadapi tantangan akibat kebijakan ini. Harga properti yang sudah tinggi diprediksi semakin sulit dijangkau oleh masyarakat kelas menengah. Pengamat properti Hendra Hartono menilai bahwa kebijakan ini dapat menunda rencana investasi konsumen di sektor tersebut. Sementara itu, industri otomotif juga berpotensi mengalami penurunan penjualan karena kenaikan harga kendaraan. Penurunan daya beli ini berisiko melambatkan pemulihan ekonomi pascapandemi.

Untuk mengurangi dampak negatif, pemerintah memastikan barang dan jasa tertentu tetap dikecualikan dari PPN, seperti bahan pangan pokok, layanan kesehatan, dan pendidikan. Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bahwa upaya ini bertujuan melindungi masyarakat kurang mampu dari lonjakan biaya hidup. Selain itu, pemerintah juga berencana meningkatkan program untuk menjaga daya beli masyarakat. Beberapa pihak mengkritik kenaikan tarif PPN karena dianggap sebagai langkah yang kurang tepat mengingat kondisi ekonomi masyarakat yang belum sepenuhnya pulih. Fokus pada peningkatan kepatuhan pajak dinilai lebih relevan daripada menaikkan tarif. Meski menuai kritik, pemerintah optimis bahwa kenaikan PPN dapat mendukung kestabilan fiskal jangka panjang. Kebijakan ini dianggap penting untuk mendanai proyek-proyek strategis dan mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri. Namun, masyarakat tetap perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi potensi kenaikan harga di berbagai sektor. Pelaku usaha juga diharapkan dapat beradaptasi dengan meningkatkan efisiensi operasional untuk menjaga daya saing. Keberhasilan kebijakan ini pada akhirnya akan sangat bergantung pada kemampuan pemerintah menjaga keseimbangan antara kepentingan fiskal dan kesejahteraan rakyat.

Reporter: Raline

Editor: Kala

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here