Stabilitas ekonomi suatu negara merupakan simbol kesejahteraan masyarakat. Terdapat tiga indikator utama yang mencerminkan kondisi ekonomi nasional yaitu inflasi, tingkat pengangguran, dan daya beli masyarakat. Namun, hingga pertengahan tahun 2025, Indonesia belum menunjukkan adanya tanda-tanda kemajuan finansial.


Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahunan per Mei 2025 yang mengalami kenaikan dari 1,60% menjadi 1,87% per Juni 2025. Angka ini masih tergolong aman karena tidak melebihi target Bank Indonesia (1,5–3,5%). Meskipun demikian, harga pangan seperti beras dan minyak goreng masih tinggi di pasaran, memberi tekanan nyata pada masyarakat.


Dari sisi tenaga kerja, tingkat pengangguran terbuka (TPT) turun menjadi 4,76%, terendah sejak 1998. Namun, jumlah pengangguran riil meningkat dari 7,21 juta ke 7,28 juta jiwa, menunjukkan bahwa penciptaan lapangan kerja belum cukup cepat menyerap angkatan kerja baru, terutama lulusan muda.

Sementara itu, daya beli masyarakat masih rendah. Rata-rata upah buruh nasional naik menjadi Rp3,09 juta (naik 1,78%), tetapi belum cukup untuk mengejar laju kenaikan harga pada kebutuhan pokok. Akibatnya, konsumsi rumah tangga melambat karena masyarakat lebih berhati-hati dalam membelanjakan pendapatan.

Kondisi ini mencerminkan bahwa pemulihan ekonomi Indonesia masih bersifat semu. Oleh karena itu, langkah strategis seperti penguatan ketahanan pangan, penciptaan lapangan kerja sektor riil, serta penyesuaian upah minimum berdasarkan inflasi sangat dibutuhkan saat ini. Jika kebijakan ini dijalankan secara konsisten, Indonesia dapat menjaga pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Penulis : Audi

Editor : Claire

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here