INDRALAYA, KINERJA – Pengenalan Kehidupan Kampus atau kerap disingkat PK2 Universitas Sriwijaya memang menjadi perbincangan hangat di setiap waktu menjelang pelaksanaannya. Ada mahasiswa/i semester tua yang kerap bernostalgia mengingat masa-masa dia saat menjadi mahasiswa baru (maba) tahun lalu, sembari mengunggah video PK2 pada masanya ke status media sosial atau dengan memasang twibbon maba yang disediakan penyelenggara PK2, Badan Eksekutif Mahasiswa Unsri.

Yang menarik di Unsri, sejak masa PK2 2015, panitia BEM KM Unsri mulai mengikuti trend papermob dengan menggunakan ribuan kertas warna-warni membentuk serba-serbi formasi di lapangan auditorium kemudian direkam dari tinggi sekian kaki di atas udara menggunakan pesawat drone. Ke tahun-tahun berikutnya, formasi papermob selalu saja ditunggu kreasi uniknya. Mulai dari membentuk logo Unsri, logo kabinet BEM Unsri, logo Asian Games 2018, hingga logo bendera Palestina.

Tahun ini, BEM KM Unsri Kabinet Bingkai Cita hadir dengan semarak PK2 mengusung tema Simfoni Sriwijaya. Dikomandoi oleh Menteri Dalam Negeri Muhammad Hanafi, Simfoni Sriwijaya dilengkapi dengan tagline ‘Gerak Bersama Untuk Nusantara’. Kreasi PK2 tahun inipun berbeda bukan hanya dari segi formasi, namun juga bahan yang digunakan untuk membentuk formasi pada saat di lapangan auditorium melibatkan ribuan mahasiswa baru.

Kalau tahun-tahun sebelumnya kreasi papermob menggunakan kardus yang ditutup dengan kertas karton supaya berwarna, panitia PK2 2019 menetapkan akan menggunakan pom pom yang terbuat dari tali rafia untuk membentuk formasi papermob. Mahasiswa baru S1 Universitas Sriwijaya tahun ini berjumlah 7.000 mahasiswa. Dengan estimasi jumlah di formasi menggunakan sekitar 4.200 pom pom.

Penggunaan pom pom ini, tidak diduga menuai berbagai kritik dan persepsi dari khalayak, terkhusus dari kalangan mahasiswa Unsri sendiri. Seperti sebuah screenshot snapgram yang tersebar di dunia maya yang sudah berkali kali dibagikan, tertulis kritik “Kampus Hijau adalah Mitos”. Kalimat selanjutnya bertuliskan “Dalam Pengenalan Kehidupan Kampus 2019, 7000 lebih mahasiswa baru diwajibkan membuat pompom yang akan dijadikan pertunjukkan kreasi. Kretif? Iya. Nyampah? Sangat”.

Ada juga screenshot snapgram yang lain, tulisannya begini, “Sudahkah anda tahu? Pengenalan kehidupan kampus Unsri 2019 bakal ada gerakan pompom. Horeyyyy. Kreatif yess. Sekitar 7.000 mahasiswa baru universitas sriwijaya diwajibkan untuk mengumpulkan 4 buah pompom (kecuali jalur snmptn, hanya 2 buah pompom). Idenya sih bagus ya, kreatif gimana gitu. 20.000 lebih dong plastik pompomnya. Terus setelah selesai nari pompomnya itu mau diapakan plastik sebanyak itu? Dibakar? Ditimbun ditanah? Dijual? Hayo-hayo mau diapakan itu plastik.-NRH”

Menanggapi hal itu, Kementerian Dalam Negeri KM Unsri lantas memberikan klarifikasi. Dalam postingan terbaru akun official Instagram BEM KM Unsri (@bemkmunsri) disebutkan bahwa BEM KM Unsri telah menemui Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Kabupaten Ogan Ilir. Adapun pertemuan yang dihadiri langsung oleh Presiden Mahasiswa Ni’matul Hakiki Vebri Awan dan Menteri Dalam Negeri Muhammad Hanafi itu, menghasilkan empat poin kesepakatan, sebagai berikut:

1. DLHP OI Bersedia untuk mendaur ulang plastik yang kali ini dipakai dalam formasi pom-pom Universitas Sriwijaya
2. DLHP OI bersedia dan siap bekerja sama dengan Jasa Sampah Online (JSO)
3. DLHP OI bersedia untuk mendistribusikan plastik pom-pom tersebut kepada komunitas-komunitas pecinta lingkungan
4. DLHP OI bersedia mengelola plastik tersebut menjadi ecobrik atau material bahan bangunan yang ramah lingkungan

Pihak BEM KM Unsri juga diketahui sudah menemui Jasa Sampah Online Foundation yang siap bekerjasama dengan DLHP OI menerima dan mengolah sampah plastik pompom. Pihak Kemendagri BEM KM Unsri juga membantah jumlah pompom yang akan digunakan pada saat di formasi di lapangan nanti. Dalam salah satu snapgram di atas, ditulis jumlah pompom yang akan digunakan sebanyak 20.000 buah. Namun, setelah dikonfirmasi ke salah satu staff BEM KM Unsri, Rizki Gita Utami, jumlah yang akan digunakan di lapangan hanya sebanyak 4.250 pompom. “Bagaimana ceritanya formasi lebih banyak dari jumlah maba,” ujar Gita.

Langkah yang ditempuh BEM KM Unsri ini cukup memberikan titik terang terhadap beberapa pertanyaan dan kritikan yang mencuat akhir-akhir ini. Meskipun masih ada beberapa pihak yang merasa masih belum puas dengan klarifikasi yang diberikan. BEM KM FMIPA pun melakukan konsolidasi dan penandatangan Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) bersama BEM KM Unsri melibatkan seluruh ormawa FMIPA yang paling getol menyuarakan kritik tentang penggunaan plastik pompom. Hal itu wajar, karena FMIPA sebagai fakultas dengan disiplin ilmu yang berkaitan dengan lingkungan.

Drama saling kritik lewat status media sosial pun berlanjut. Ketua Komisi 4 Dewan Perwakilan Mahasiswa Unsri, Tegar Gilang Widianto ikut berkomentar. “Kalau punggawa BEM KM Unsri tidak tahan dikritik, lebih baik jadi anak SMA aja. Jadi pengurus OSIS gitulah,” ujar Tegar dalam status whatsapp nya.

Salah satu staff Kemendagri, Shela Febri Utari menjawab tudingan ‘anti kritik’ yang dilancarkan Tegar. “Bukan masalah tidak tahannya, karena stigma yang berkembang sekarang ini memberi klarifikasi dikira baperan atau cari pembelaan, gak diklarifikasi dikira tidak punya pemecahan masalah yang pas,” komentar Shela.

Memang, akhir-akhir ini budaya kritik lewat media sosial sedang menjadi trend baru di kalangan mahasiswa Unsri sebagai bentuk kritik horizontal. Beberapa pihak yang kurang senang dengan kinerja BEM KM Unsri gencar melancarkan kritik pedas dan hujatan dialamatkan ke BEM KM Unsri namun dibiarkan menjadi tontonan publik. Tidak jarang konten kritik sangat menyudutkan bahkan ada yang menyerang pribadi, misalnya pribadi Wawan, Presiden Mahasiswa. Beberapa pihak memang mengaminkan kritik yang dilancarkan via media sosial, ada yang setuju ada yang ‘mengcounter’ kritik tersebut.

Di episode ribut-ribut soal kebijakan BEM KM Unsri kali ini misalnya, beberapa pihak ikut berkomentar menyikapi kritik yang menyudutkan BEM KM Unsri. Salah satu komentar yang menohok dari Sekretaris Kementerian Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa, Siti Sonia Aseka misalnya, ia membandingkan penggunaan komentar yang tertuju kepada BEM KM Unsri karena pompom dengan PK2 tahun-tahun sebelumnya, yang menggunakan kertas untuk papermob. Ia mempertanyakan mengapa tidak ada kritik terhadap penggunaan kertas saat papermob yang juga membawa dampak kerusakan lingkungan, karena produksinya menggunakan jutaan pohon yang ditebang setiap harinya? Ia juga menyinggung perihal skripsi yang menggunakan kertas berjumlah puluhan, ratusan bahkan ribuan yang penggunaannya meningkat setiap tahun.

Adalah hal yang tidak bisa dibantah jikalau sebagian besar manusia saat ini juga belum bisa lepas sepenuhnya dari penggunaan plastik yang juga akan menjadi sampah sama seperti limbah pompom. Pada saat wisuda misalnya, bunga plastik menjadi barang yang laku dibeli mahasiswa untuk diberikan kepada rekannya yang wisuda sebagai tanda selamat. Masih banyak juga yang menggunakan kantung plastik untuk kegiatan sehari-hari, seperti berbelanja dari minimarket.

Yang terbaru, kemarin (3/8/2019) ada kebakaran hutan dan lahan (karhutla) hebat di sepanjang pinggir jalan lurus Palembang-Indralaya. Menteri Politik dan Propaganda Andika Muzakir dalam status whatsappnya seolah mengingatkan supaya kalangan yang getol mengkritik kerusakan lingkungan karena pompom juga berlaku adil dengan tidak menutup mata terhadap karhutla yang juga tak kalah merusak lingkungan, meskipun belum diketahui apakah karhutla kemarin disengaja atau tidak.

“Semoga kita tidak timpang bicara environmental ethics. Aku yakin orang yang beberapa hari lalu gencar bicara lingkungan terkait sampah plastik, pasti akan gencar juga menyuarakan kerusakan lingkungan akibat kebakaran lahan,” ujarnya dalam statusnya. Beberapa pihak juga mengajak supaya perhatian mahasiswa Unsri lebih terfokus pada isu yang lebih penting untuk dikawal saat ini seperti agenda Pemilihan Rektor (Pilrek) dan menolak Perpanjangan kontrak Block Corridor sebagai block migas terbesar ketiga di Indonesia yang letaknya di Sumatera Selatan kepada perusahaan asing, yang saat ini sedang diperjuangkan oleh aliansi BEM Sumatera Selatan bersama Garda Sriwijaya. Himbauan BEM KM Unsri dalam postingannya juga berisi ajakan untuk ikut bersama-sama menyuskseskan PK2 Unsri alih-alih mengkritik dan menghujat.

Drama perang status media sosial diperkirakan akan berlanjut pada tahap-tahap berikutnya, akan muncul dalam setiap kebijakan yang diambil BEM KM Unsri sebagai pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi di KM Unsri. Bagaimana komentar pembaca sekalian menyikapi fenomena perang kritik via media sosial ini? (bgs)

1 KOMENTAR

  1. “Gajah di pelupuk mata tak tampak, semut diseberang lautan tampak”.
    Dan sebaiknya “Enak makan dikunyah enak kata diperkatakan” biar nggak jadi “Buah Simalakama”.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here