Oleh: Bagas Pratama
Pemimpin Umum LPM Kinerja FE Unsri
Yang dulu dianggap mustahil, kini kita saksikan sendiri. Yang dulu dikatakan ‘mana mungkin’, kini jadi tontonan kita bersama. ‘Mana mungkin negara agraris seperti Indonesia mengimpor beras?’ Jawabnya nyata, justru kita lakukan itu. Sejak tahun 2000 Indonesia memulai drama impor beras, bertahun-tahun lamanya, pada tahun 2016 dan 2017 sempat terhenti memang, namun di tahun 2018 terulang kembali.
Terlepas dari semua kemungkinan dan prasangka apapun, pemerintah dari masa ke masa nampaknya asyik saja melakukan impor. Walaupun ada gejolak-gemuruh dari rakyat untuk menolak impor, nampaknya pemerintah tak menggubris hal itu.
Saya belum terlalu memahami alasan untuk menerapkan impor, karena disiplin ilmu yang berbeda, mungkin teman-teman di Fakultas Pertanian atau Ekonomi Pertanian lebih paham mengapa hal itu terjadi. Dari tahun ke tahun.
Alasan bahwa data Outlook Padi 2016 Kementerian Pertanian rentang 2010-2014 yang menunjukkan bahwa produksi padi Indonesia hanya 5,7 juta ton per hektar mungkin dapat diterima. Diperkuat pula oleh produksi beras negara tetangga seperti Vietnam yang lebih banyak. Maka mungkin wajar saja bila mengimpor.
Namun fenomena impor tahun 2018 menarik perhatian kita. Rangkaiannya dimulai sejak Januari kemarin, yang justru merupakan waktu panen raya padi. Kemudian sempat hening, petani terpaksa terima. Kemudian mulai Agustus-September fenomena itu mencuat kembali ke permukaan, dengan alasannya yang lebih tidak masuk akal dari sebelum-sebelumnya.
Perdebatan sengit antara pejabat publik yang berkepentingan dalam stok beras jadi tontonan publik. Menteri Perdagangan ‘ngotot’ impor, walau stok beras di gudang Bulog 2,4 Juta ton. Dirut Bulog, Budi Waseso pun membalas nafsu pribadi itu, ia katakan kalau memang hendak impor, silakan kalau bersedia menampung beras di kantornya, karena memang Buwas jujur, stok impor sesak di gudang Bulog. Ditambah statement ekonom senior Rizal Ramli yang menyebut nafsu impor beras karena ada kepentingan kelompok tertentu, tapi dibalas somasi oleh salah satu Parpol, tidak adakah cara lain untuk membuktikannya jika memang benar butuh? Hal ini perlahan membuka tabir kebenaran yang sejak lama ditutup-tutupi.
Saat Buwas terus menolak impor beras karena gudang penuh, Mendag justru memberi jawaban lucu, “Bukan urusan kita,” pantaskah hal itu keluar dari mulut seorang Menteri? Tak sadarkah perkataannya menggerus elektabilitas atasannya? Menanggapi perkataan Mendag, Buwas akhirnya katakan “Matamu!” artinya ia sudah kelewat kesal akan hal ini. Antara lucu dan geram, tidak sedikit rakyat yang ikut geram karena drama ini. Mendag berkilah kembali, katanya hal itu sudah diputuskan bersama Menko Perekonomian untuk tetap impor. Entah bagaimana kelanjutan drama ini, sampai 2019 kah?
Mirisnya, hari ini (24/9) bertepatan dengan Hari Tani Nasional. Apa kabar petani beras? Mungkin saat pulang ke rumah dari bekerja di sawah seharian, ia menelan ludah melihat berita impor beras di televisi. Hari Tani Nasional, apakah semata peringatan? Tidak adakah kesadaran untuk meninggalkan ambisi pribadi, lalu melirik petani beras? Jika tidak, rasanya slogan pro rakyat tamat sudah riwayatnya.
Walaupun kita tidak terlahir dari keluarga petani, tetap saja kita adalah rakyat, dan petani adalah elemen penting, bahkan sebenarnya petani adalah pahlawan devisa. Justru harusnya kita ekspor. Orang tua saya juga dulu sempat bertani padi. Di tempat saya, Muara Enim, keluarga kami juga menanam padi, walupun hanya jenis padi sementara untuk mengisi lahan kebun sebelum karet dan sawit siap dipanen. Saya pernah ikut keseruan bertani, ‘nugal padi’, ‘ngetam padi’ pernah saya rasakan keseruannya.
Maka, sebagai mahasiswa, mari kita kembali pada realita. Berhentilah menutup mata dan telinga atas keresahan rakyat. Jika memang perlu membentuk lingkar diskusi, laksanakan. Jika ada panggilan aksi, jangan ragu ikut barisan, karena kita menyuarakan kepentingan rakyat. Jangan takut difitnah ditunggangi kepentingan lain. Tegaskan saja kita bukan pro paslon manapun, hanya pro atas pemikiran dan kepentingan rakyat semata. Hidup Mahasiswa!!

Indralaya, Senin, 24 September 2018
Penulis merupakan mahasiswa Jurusan Manajemen yang juga sebagai Pemimpin Umum LPM Kinerja FE Unsri.