Beranda NonEconomic News Publik Geram Revisi UU Pilkada Dinilai Berbau Nepotisme

Publik Geram Revisi UU Pilkada Dinilai Berbau Nepotisme

125

Masyarakat marah atas langkah Badan Legislatif (Baleg) yang merevisi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024, Selasa, 20 Agustus 2024, MK menurunkan aturan ambang batas partai politik (parpol) menjadi 7,5% suara rakyat untuk mengajukan calon, yang sebelumnya partai politik membutuhkan minimal 20% kursi di DPRD atau 25% suara rakyat. Putusan MK tersebut memungkinkan parpol yang tidak memiliki kursi DPRD untuk mengajukan calon secara independen.

Bagian lain dari putusan MK adalah usia minimal calon kepala daerah adalah 30 tahun terhitung sejak penetapan calon, bukan pada saat dilantik.

Pada bulan Juni lalu, Mahkamah Agung (MA) pada Putusan Nomor 23 P/HUM/2024 menegaskan bahwa batas usia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak pelantikan pasangan Calon terpilih.

21 Agustus 2024, Baleg DPR justru mengajukan revisi RUU Pilkada yang menuai kontroversi. Upaya Baleg dan Pemerintah untuk tetap merevisi UU Pilkada pasca Putusan MK memicu kekhawatiran publik. Berikut beberapa cuitan publik sebagai respon Revisi RUU Pilkada:

“Diubah-ubah semau mereka, di depan mata kita, yang waktu kecil diajarkan di buku sejarah soal gilanya perjuangan bangsa ini mendapatkan kemerdekaan, mendapatkan demokrasi. Sakit.” cuitan Kemal Palevi

“Orang marah bukan soal Anies, bukan soal Kaesang. Tapi soal hukum tata negara, yang secara telanjang dimain-mainkan. Penduduk ratusan juta diperlakukan laksana onggokan daging yang tak dianggap keberadaaan dan kesadarannya.” tulis Sumantri Suwarno dalam media sosialnya.

Dilansir Kompas, proses revisi tengah dipercepat dan rencananya akan disahkan pada 22 Agustus 2024. Kemudian, dilansir dari “What is up Indonesia?” rapat kerja yang dilakukan, DPR berencana untuk:

  1. Mengembalikan ambang batas 20% kursi DPRD atau 25% suara
  2. Mengembalikan syarat usia minimal calon kepala daerah sejak dilantik

Masyarakat geram karena hal ini menambah daftar dugaan nepotisme. Banyak yang percaya revisi ini bertujuan untuk putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, yang akan berusia 30 tahun pada tanggal 25 Desember 2024 nanti. Jika persyaratan perhitungan usia mengikuti Putusan MA dan DPR, Kaesang masih dapat mencalonkan diri di Pilkada, karena ia akan berusia 30 tahun saat dilantik (jika ia menang).

“UU ini dibuat untuk segenap bangsa Indonesia, bukan untuk golongan atau kelompok tertentu. Persoalan satu nama yang merasa diuntungkan, ya itu kebetulan karena UU ini berlaku untuk seluruh rakyat Indonesia yang berusia 30 tahun saat Februari bisa mencalonkan diri…. ” tutur Achmad Baidowi pada dugaan perubahan UU Pilkada untuk meloloskan salah satu pihak.

Peringatan Darurat digencarkan oleh publik sebagai bentuk ekspresi masyarakat terhadap upaya-upaya yang dianggap dapat melemahkan demokrasi dan kedaulatan rakyat.

Apakah adanya Dualisme Hukum?

Putusan MK berlaku dan memiliki kekuatan hukum mengikat sejak dibacakan dalam sidang pleno terbuka untuk umum (ius constitutum).

Menurut Pakar Hukum Tata Negara, Margarito K pada siaran langsung TvOne, Putusan MK tentang UU Pilkada adalah sesuatu yang final dan mengikat, tentu ini menjadi putusan yang berlaku saat ini. Ia pun dalam diskusi tersebut memberi penjelasan tentang asas-asas hukum dalam konflik perundang-undangan yang menjadi dasar berlakunya sebuah UU.

  1. Peraturan yang lebih tinggi dapat mengenyampingkan peraturan yang lebih rendah (Asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori).
  2. Peraturan yang baru mengesampingkan peraturan lama. Asas ini bertujuan untuk mencegah ketidakpastian hukum yang mungkin timbul manakala terdapat dua peraturan yang sederajat berdasarkan hierarki (Asas Lex Posterior Derogat Legi Priori).

Reporter & Editor: Kala

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here