Lagi dan lagi impor beras menjadi polemik. Kali ini menjadi rencana Menteri Perdagangan (Mendag), Muhammad Lutfi, yang akan membuka impor beras di tahun 2021. Penyebabnya ialah sebagai cadangan beras pemerintah (CBP) yang dibutuhkan sebesar 1 juta ton hingga 1,5 juta ton dan gabah yang dibeli Badan Urusan Logistik (Bulog) hanyalah gabah kering saja.
Luthfi turut menyebutkan adanya mekanisme pembelian Bulog pada gabah petani yang hanya menerima gabah kering saja, sementara banyak gabah petani yang cukup basah karena curah hujan yang cukup tinggi. Penyerapan panen yang diharapkan juga tak sesuai dengan apa yang ia perkirakan.
“Pasokan beras saat ini kurang dari satu juta ton dan stok tersebut sudah ada dari impor tahun 2018. Stok impor dari tahun 2018 tersebut, tentunya mengalami penurunan mutu,” jelasnya.
Sampai pertengahan Maret gabah yang diserap oleh Bulog sekitar 85.000 ton. Angka ini diluar dugaan yang mana ia memperkirakan Bulog menyerap gabah yang mendekati atau sekitar 400.000 hingga 500.000 ton gabah.
Curah hujan tinggi berakibat pada gabah yang basah, membuat Bulog tidak bisa optimal dalam menyerap gabah, dan saat ini terjadi penurunan tren harga gabah petani yang mencapai rata-rata sekitar Rp3.600,00. Penurunan tren harga gabah tidak disebabkan oleh kebijakan impor, melainkan kualitas gabah itu sendiri yang tidak memenuhi kriteria gabah kering panen (GKP)
“Bahwa kebijakan ini masih dinamis, hal ini dikarenakan proyeksi Badan Pusat Staistika (BPS) pada kenaikan hasil panen,” sampainya.
Suharyanto selaku Kepala BPS menyampaikan bahwa adanya kenaikan luas panen padi sebesar 26,53 persen atau 4,86 juta ha dari tahun 2020, yang mana hasil capaian empat bulan pada tahun 2020 mencapai angka 3,84 juta ha.
Sejalan dengan itu, tentunya akan ada kenaikan gabah karena luas panen yang meningkat. BPS juga memberikan proyeksi adanya kenaikan pada produksi beras untuk empat bulan pertama di tahun 2021.
Sektretaris Perusahaan Bulog, Awaludin Iqbal, menyampaikan bahwa sampai 15 Januari 2021 pasokan beras yang dimiliki Bulog masih terbilang cukup banyak sekitar 970.000 ton.
“Bahwa saluran beras untuk setiap provinsi sepanjang tahun 2020 tidak sampai 100.000 ton perbulannya. Artinya, penyaluran beras belum begitu kencang,”tegas Awaludin seperti dikutip dari Kontan, Selasa (22/03/2021).
Sutarto Alimoeso, selaku Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras atau dikenal Perpadi, mengimbau Bulog untuk periode tahun ini menyerap panen raya secara maksimal.
“Penyerapan beras yang maksimal pada bulan Maret dan April ini tentunya menyambut harapan dari petani untuk hasil panen mereka diserap dengan maksimal oleh Bulog, sehingga kebijakan impor beras yang akan dibuka di tahun 2021 diharapkan hanya sekedar wacana saja,” ujar Sutarto.
Indonesia sebagai negara agraris dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia, sudah seharusnya menahan angka impor beras. Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistika) Indonesia, sumbangsih angka pada tenaga kerja untuk sektor pertanian di Indonesia pada tahun 2020 sudah menyentuh angka yang terbilang besar di angka 88,57 persen. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya yang mana sebesar 87,59 persen.
Petani di Indonesia tentunya bersandar pada kebijakan pemerintah untuk memperdulikan kesejahteraan mereka, sehingga akan adanya peningkatan angka nilai tukar petani (NTP). Sudah seharusnya pemerintah mengedukasi petani mengedepankan penggunaan teknologi pada aktivitas produksi pada sektor pertanian sehingga hasil produksi akan meningkat signifikan dan mampu menekan impor pangan di Indonesia.
Penulis: HGH
Editor: STV