Sejak awal bulan Agustus beberapa universitas di Indonesia mulai memasuki semester baru, salah satunya Universitas Sriwijaya (Unsri). Per 10/08/2020 awal kuliah semester ganjil sudah dimulai. Terhitung sudah tiga minggu hingga hari ini (2/09/2020) kuliah secara daring menggunakan E-Learning, Zoom, Gmeet, Clashroom, dan beberapa aplikasi belajar lainnya.

Dikarenakan pandemic yang belum membaik, maka untuk membantu melandaikan kurva dan juga menjaga kesehatan, pihak kampus memilih belajar jarak jauh. Namun sayangnya jika dilihat, kuliah daring ini memiliki kualitas yang cukup buruk. Disebabkan oleh beberapa masalah, seperti jaringan internet, keterbatasan kuota, penyampaian materi yang tidak efisien dan efektif.

  1. Jaringan Internet

Seperti yang kita ketahui notaben mahasiswa Unsri bukan berasal dari kota besar, karena tinggal di desa sering kali jaringan internet memburuk “Apalagi ketika mati lampu, otomatis kami yang sinyalnya bergantung pada lampu tidak bisa mengikuti kelas online. Tidak bisa absen dan ikut dalam kelas online”. Ujar salah satu mahasiswa Ekonomi Pembangunan dengan inisial BI. “Akan bermasalah lagi ketika absen pada link dan dosen memberi tenggat waktu, bagaimana jika jaringan internet kami masih buruk? Apa kabar absen kami?” keluh BI saat diwawancara selasa sore via whatsapp.

“Beberapa dosen tidak menanggapi chat mahasiswa ketika mereka mengkonfirmasi alasan ketidakhadiran mereka saat kelas online dimulai. Belum lagi ketika dosen menjelaskan, karena sinyal yang buruk suara dosen menjadi terputus-putus. Akibatnya materi yang dijelaskan tidak tersampaikan dengan baik, dan juga berakibat tertinggalnya materi. Tentunya ini berimbas pada kulitas kuliah online, dan bagi kami ini menjadi pertanyaan untuk pihak pengajar”. Ujar BI.

2. Keterbatasan kuota

Melihat seringnya dosen menggunakan aplikasi tatap maya untuk menjelaskan materi.  Perkuliahan daring memanfaatkan beberapa via aplikasi yang membutuhkan banyak kuota bahkan untuk sekali meeting di Zoom bisa menghabiskan 1,5 GB lebih untuk satu mata kuliah.

“Bayangkan bagaimana jika dalam satu minggu 4-5 mata kuliah melakukan pertemuan online, otomatis pemakaian kuota sangat boros. Meskipun pihak kampus telah memberikan subsidi melalui pemotongan Uang Kuliah Tunggal (UKT) sebesar Rp. 250.000,00. Sayangnya uang tersebut tidak cukup jika dilihat dalam situasi sekarang. Apalagi kami sebagai mahasiswa sering mencari jalan lain untuk memahami materi yang harus dipelajari karena penjelasan dari dosen yang terputus disebabkan jaringan internet yang buruk (Youtube, Google)”. Tandas BI.

3. Penyampaian Materi yang Tidak Efektif dan Efisien

Hambatan dalam kuliah online salah satunya  komunikasi dan hubungan antara dosen-mahasiswa. Semua dosen selalu berpendapat dan merasa kalau semua tugas bisa dipahami dengan mudah,.

Seperti keluh MN mahasiswa Fakultas Ekonomi “Dosen sering kali berpendapat dan merasa kalau semua tugas bisa dipahami dengan mudah, selama kuliah online ini sedikit ilmu atau materi yang didapatkan. Bahkan ada beberapa dosen yang sama sekali tidak menjelaskan namun terus memberi tugas, baik resume,ppt, ataupun video. Dan itu dalam tenggat waktu yang bersamaan dengan mata kuliah lainnya, juga dalam tenggat waktu yang dekat”. Ucap MN salah satu mahasiswa Fakultas Ekonomi saat diwawancarai via whatsapp.

Mahasiswa memang terbiasa mengerjakan tugas untuk pengganti kelas yang tidak ada atau saat dosen tidak bisa hadir. Namun ini momen dimana dosen tidak bisa hadir dan mahasiswa tidak bisa hadir, tapi  dosen memberlakukan sistem yang sama. Hal ini sangat disayangkan mengingat dimana tugas dosen yang sebenarnya.

4. Kesehatan

Staf Divisi Pediatri Oftalmologi Departemen IK Mata FKUI-RSCM, dr. Julie Dewi Barliana, SpM(K), M. Biomed, mengatakan, layar ponsel dapat menyebabkan mata terasa kering, panas, berair, bahkan katarak. Panas yang dihasilkan pada mata akan berdampak pada kornea, lensa, dan retina mata. Mata akan terasa kering, panas, dan sampai berair. Sementara pada lensa bisa terjadi katarak. Ponsel bekerja menggunakan gelombang elektromagnetik yang menimbulkan radiasi di sekitar kepala terutama mata. Efek panas dari gelombang tersebut dapat menimbulkan akibat buruk pada mata, terlebih untuk penggunaan yang berlebihan. Lebih jauh lagi, ada laporan yang menyatakan bahwa (panas radiasi elektromagnetik) bisa meningkatkan risiko kanker di dalam mata,” dikutip dari kompas.com.

Melihat kuliah daring ini mahasiswa bisa menatap layar ponsel selama 4-5 jam untuk hadir dikelas online, belum lagi saat mencari pemahan lebih di web lain. Sehari mahasiswa bisa menghabiskan 7-8 jam menatap layar ponsel.

Kuliah daring juga menyeret psikologis. Baik mengejar tugas yang menumpuk karena deadline bersamaan, memahami ulang materi yang disampaikan, membagi waktu antara pekerjaan rumah dan tugas kuliah, dan mengedit tugas-tugas soft copy.

Semua mahaiswa berharap sistem penyampaian materi dikemas lebih menarik, tidak hanya sekedar memberi bacaan bahan ajar, kemudian dipelajari secara mandiri dan diberikan tugas, juga berharap pandemi ini segera berakhir dan segera kuliah tatap muka langsung.

“Sistem kuliah online harus dipersiapkan secara matang dan menyeluruh agar berjalan  dengan efisien dan efektif. Semua pihak harus dipersiapkan, baik tenaga pengajar, mahasiswa, dan sebagainya. Tidak hanya absen yang diberikan, namun penjelasannya juga harus turut serta”. Ujar MN saat dimintai saran terkait kuliah online.

Mahasiswa memang dituntut memecahkan masalah sendiri. Namun, tetap butuh bimbingan. Begitu pula untuk mahasiswa, kita harus siap terhadap metode pembelajaran yang baru. Akan berjalan dengan baik ketika komunikasi antar dosen-mahasiswa terjalin erat.

Penulis : Bia

Editor : vny

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here